Home

Friday, May 27, 2011

Heri Dono, Mengangkat Tradisi dalam Seni Kontemporer

Siapa lagi seniman lukis besar Indonesia yang dikenal luas oleh dunia internasional setelah Raden Saleh, Affandi dan Sudjojono? Ada sejumlah nama antara lain Heri Dono, Agus Suwage, Dede Eri Supria, Tisna Sanjaya dan Eddie Hara. Mereka bisa dikatakan satu angkatan yang mulai menunjukkan kekuatan karyanya pada tahun-tahun 1980-an. Mereka juga menggeluti seni kontemporer dengan kekhasan masing-masing baik dalam penggunaan medium ekspresi dan pendekatan filosofis dalam karya-karya mereka. Heri Dono adalah yang termuda di antara mereka, namun dengan catatan prestasi sangat mengesankan.

Heri Dono lahir di Jakarta, 1960, memperoleh pendidikan seni lukis di Yogyakarta. Sejak kuliah dan lulus dari ISI Yogya ia memilih menetap di kota kebudayaan itu.

Jejak kariernya di dunia internasional dimulai pada tahun 1990-1991 ketika mengikuti International Artist Exchange Program di Basel, Swiss. Ketika itu ia sempat menggelar pameran tunggal di Museum Der Kulturen, Basel, dengan tajuk “Unknown Dimensions”. Sejak itu Heri yang menyandang berbagai penghargaan seni ini laris diundang mengikuti pameran di berbagai negara.

Hingga sekarang Heri telah mengikuti sedikitnya 50 acara pesta seni bienale/trienal (biennials/triennials) di berbagai negara. Di antaranya Gwangju Biennale, Gwangju, South Korea (2006), Bienale Internazionale Dell’ Arte Contemporania di Fortezza da Basso, Firenze, Italia (2005), Zone of Urgency, Venice Biennieal, Italia (2003), Asia Pasific Triennial, Queensland Art Gallery, Brisbane, Australia (2002) Yokohama Triennial, Yokohama, Japan (2001).

Berbagai penghargaan nasional dan internasional yang diperolehnya semakin mengukuhkan pengakuan dunia terhadap kiprah Heri Dono dalam jagad senirupa kontemporer. Beberapa penghargaan itu di antaranya Academic Art Awards, Professional Artist, Program A-2, FSR ISI Yogyakarta dan Jogja Gallerry, Yogyakarta, Indonesia, Second Annual Enku Grand Awards, Gifu Perfectural Government, Japan, Unesco Prize for the International Art Biennal, Shanghai, China, dan Prince Claus Award, in Recognition of Exeptional Initiatives and Activities in the Filed of Art and Development, The Netherlands.

Heri Dono dikenal dengan karya-karyanya yang berbasis seni tradisi, khususnya seni wayang kulit yang sangat populer dalam masyarakat Jawa. Wayang kulit adalah seni pertunjukan ‘bayang-bayang’ dengan para tokohnya terbuat dari kulit binatang (kerbau). Dalam pentas wayang kulit para tokoh tersebut diproyeksikan ke sebuah layar berupa kain panjang sehingga membentuk bayang-bayang. Kata ‘wayang’ sendiri berarti bayangan. Pentas wayang kulit memadukan seni teater, musik, nyanyian, dan ceritera yang biasanya diambil dari epos Mahabarata dan Ramayana.

Sebagai perupa Heri Dono dalam mengekspresikan ide-idenya banyak mengeksplorasi rupa atau bentuk dan karakter dari tokoh-tokoh dunia peawayangan. Khususnya Heri lebih suka menggambarkan sosok panakawan yang dalam jagat pewayangan mewakili rakyat jelata yang hidup dalam kesederhanaan, senantiasa mengikuti pihak yang benar, dan kritis terhadap perilaku penguasa. Agaknya Heri ingin mengatakan bahwa peran seorang seniman tak ubahnya peran panakawan dalam dunia pewayangan. Yakni menghibur sekaligus menawarkan kritik terhadap lingkungan sekitarnya dan kekuasaan.

Karya-karya Heri Dono baik berupa lukisan, instalasi, maupun seni pertunjukan senantiasa mengandung kritik sosial, mencakup beragam persoalan dalam spektrum sangat luas, mulai dari masalah sosial, politik, kebudayaan, lingkungan dan perkembangan teknologi. Masalah-masalah itu ditampilkan secara karikatural, satir, dan parodikal.

Unsur humor merupakan ciri khas karya-karya Heri Dono. Dalam wawancara dengan seorang wartawan, Larry Polansky, usai menggelar karya instalasinya di kota kecil Harima, Jepang, Heri menjelaskan konsep humor dalam setiap karyanya. Menurutnya, seperti dalam seni teater tradisional Jawa ‘Ketoprak’, atau pentas lawak Srimulat, dan wayang, kehadiran pembantu yang lucu seperti panakawan sangat diperlukan. Keberadaan mereka penting untuk menyampaikan kritik dengan cara yang lucu terhadap kelompok masyarakat yang lebih tinggi derajatnya.

No comments:

Post a Comment