Sunday, April 15, 2012

Kekuatan Lukisan Cat Air


Pameran Asian Watercolour Expression 2012


Oleh Winarto


DIBANDING lukisan cat minyak, lukisan cat air selama ini tampak kalah pamor. Tidak hanya di mata masyarakat awam, namun juga di kalangan para artis sendiri dan kolektor, lukisan cat air dianggap lebih rendah derajatnya dibanding lukisan cat minyak. Hal ini agaknya berkaitan dengan beberapa ‘keterbatasan’ pada lukisan cat air.

Pertama, lukisan cat air biasanya hanya dilakukan di atas kertas, yang secara fisik memang kurang tahan lama dibanding kanvas yang merupakan medium utama cat minyak. Ukuran lukisan cat air juga relatif kecil sesuai ketersediaan ukuran kertas. Hal ini oleh sementara artis dirasa membatasi ruang ekspresi mereka.

Selain itu, secara teknis melukis menggunakan cat air lebih sulit karena harus dilakukan dalam waktu singkat mengingat sifat cat air yang cepat kering. Hal ini berbeda dari melukis menggunakan cat minyak yang bisa dilakukan selama berhari-hari bahkan beberapa bulan. Karena beberapa alasan ini tak banyak pelukis yang menggeluti teknik cat air.

Padahal, di luar ‘keterbatasan’ tersebut sesungguhnya cat air mempunyai sejumlah kelebihan dibanding medium cat minyak. Cat air menghadirkan warna-warna transparan yang kaya dan imajinatif. Sifat transparan media lukis berbasis air dimanfaatkan para artis untuk mencipta gradasi warna yang menarik. Di tangan artis yang berpengalaman cat air menawarkan sangat banyak kemungkinan eksploratif.

Pameran Asian Watercolour Expression

Kekayaan eksplorasi warna menggunakan cat air terbukti dalam karya-karya yang dipamerkan dalam “Asian Watercolour Expression 2012” yang diselenggarakan Indonesian Watercolour Society (IWS). Dalam pameran di Bentara Budaya Jakarta, tanggal 5-14 April 2012 ini dipajang sekitar seratus lukisan cat air karya para seniman sejumlah negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar, China, Korea Selatan dan Jepang.

Permainan gradasi warna yang menarik antara lain terlihat pada karya Phunsee Srisuphar dari Thailand, “Morning Time” (2010), atau karya Sangkom Somboonhua juga dari Thailand, “Phya Naak” (King of Nagas) (2012), dan karya Min Wae Aung (Myanmar), “Towards Monastery” (2012). Pada “Morning Time” Phunsee Srisuphar warna-warna biru, hijau dan kuning saling membaur sangat lembut menghadirkan suasana kebekuan pagi yang mulai mencair. Gradasi warna seperti ini kiranya susah diperoleh bila menggunakan cat minyak.

Sedangkan pada “Phya Naak” (King of Nagas) karya Sangkom, gradasi warna mampu membangun kesan gerak dinamis sang naga. Sementara, Min Wae Aung dalam “Toward Monastery” berhasil menghadirkan keagungan yang misterius pada sosok lima orang biksu melalui gradasi warna coklat, kuning putih.

Tak kalah dari cat minyak, medium cat air juga mampu menorehkan detil secara menakjubkan. Hal ini terlihat antara lain pada “Bed of Leaves” (2011) karya Elizabeth Que Bato (Filipina). Lekukan, garis dan titik-titik yang membentuk corak daun pada tanaman jenis puring ini terlukis sangat detil dan realistik. Susah mempercayai bahwa lukisan ini menggunakan media cat air. Demikian pula pada lukisan D Tjandra Kirana (Indonesia), “Asak Girls” (2012). Detil warna warni menarik terlihat pada corak kostum para gadis Asak ini.


Di tengah masih rendahnya penghargaan terhadap lukisan cat air, pameran “Asian Watercolour Expression 2012” yang berhasil menyuguhkan sekitar seratus karya dari para seniman berbagai negara ini, sungguh memberi harapan. Sebagaimana diungkapkan Ipong Purnama Sidhi, kurator Bentara Budaya sebagai penyelenggara pameran, pameran ini diharapkan bisa mengangkat pamor lukisan dengan medium berbasis cat air.


Menurut rencana, pameran Asian Watercolur Expression juga akan digelar di beberapa kota di Indonesia, yaitu di Jogjakarta, Solo, dan Bali.