Thursday, March 21, 2013

Pameran Lukisan Aris Budiono



Perang Suci Seni Melawan Korupsi

Oleh Winarto

 

"Hanoman Samurai" lukisan karya Aris Budiono
ARIS Budiono Sadjad  benar-benar murka. Pelukis kelahiran Brebes, Jawa Tengah, 1960 ini marah luar biasa menyaksikan membuncahnya kasus-kasus korupsi di tanah air. Perilaku korup di negeri  ini sudah mirip sel kanker yang merayapi hampir seluruh bagian tubuh bangsa ini. Karena itu perlawanan terhadap korupsi haruslah total untuk bisa mengangkat hingga akar sel-sel yang mematikan itu. Perang melawan korupsi tak lain dari tindakan jihad: sebuah perang suci!

Pemikiran seperti itulah yang tampaknya mendasari perupa lulusan Sekolah Tinggi Senirupa Jogjakarta ini yang  menggelar pameran tunggalnya dengan judul “Perang Suci Melawan Korupsi”.  Pameran berlangsung  di Bentara Budaya Jakarta tanggal 14-23 Maret 2013.
                  
Sekitar duapuluh buah lukisannya menunjukkan amarah Aris yang meluap-luap terhadap korupsi. Ia menggambarkan para koruptor dengan metafor berupa babi yang kita kenal sebagai binatang rakus dan kotor.

Babi Versus Ksatria

"Bima Banting" lukisan karya Aris Budiono
Ia menggambarkan babi dalam wujudnya yang utuh sebagai binatang maupun dalam sosok-sosok bertubuh manusia dengan kepala babi. Ia juga mengambil  tokoh-tokoh dari dunia pewayangan untuk melakukan aksi perang suci melawan korupsi. Jadinya, sangat menarik: para ksatria dunia pewayangan seperti Bima dan Hanoman bertempur melawan sosok-sosok tambun berwujud babi atau manusia berwajah babi.

Lukisannya yang berjudul “Hanoman  Storm Fury” misalnya, menggambarkan bagaimana ksatria berwujud seekor kera putih itu menghajar beberapa ekor babi dengan pukulan halilintarnya yang maha dahsyat. Terasa sekali, betapa sang pelukis ingin menunjukkan kegeraman tak tertahan terhadap para koruptor. Sedangkan lukisannya “Hanoman Samurai” menggambarkan Hanoman mencabik perut seekor babi dengan sebilah samurai.

Hanoman yang dalam pewayangan merupakan pahlawan besar yang mampu mengalahkan raksasa berkepala sepuluh (Dasamuka) dalam lukisan-lukisan Aris benar-benar didudukkan sebagai sang eksekutor terhadap perilaku korup. Lukisannya yang lain berjudul “Hanoman Punishment menunjukkan sosok Hanoman memegang senjata laras panjang siap mengeksekusi sosok-sosok berwajah raksasa simbol angkara murka.

Selain Hanoman, Aris menampilkan kstaria Pandawa yaitu Bima yang juga dilukiskan sebagai sang esksekutor. Dalam karyanya “Bima Banting” digambarkan Bima membanting seekor babi. Dari mulut babi yang terjungkal keluar berbagai barang yang sebelumnya ditelannya seperti mobil, motor,  kapal dan property. Nafsu serakah dan rakus sang babi yang menelan apa saja juga dia gambarkan dalam karyanya “Omnivora”.  

Aris benar-benar sedang mengamuk. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa amarahnya terhadap korupsi. Namun sikap amuknya itu sekaligus juga menunjukkan kegelisahan dan sedikit putus asa. Hal itu tergambar antara lain dalam karyanya “Super Sakti” yang melukiskan sosok manusia bertampang babi duduk sambil berkacak pinggang mengendari seekor babi. Ia tanpa rasa takut menghadapi serbuan anak panah dari para ksatria. Lukisan ini mengingatkan kita pada sejumlah kasus korupsi besar yang tidak pernah berhasil diungkap tuntas oleh lembaga-lembaga penegak hukum termasuk KPK.

"Empat Cakil Rakyat" lukisan karya Aris Budiono
Beberapa lukisan lainnya bernada satir. Lihat misalnya  karyanya  “Empat Cakil Rakyat” yang memperlihatkan empat sosok berwajah raksasa yang dalam pewayangan disebut “Buto Cakil” mengendarai empat ekor babi. Di latar belakang tampak bangunan gedung-gedung tinggi. Judul lukisan ini yang menggunakan kata “Cakil Rakyat” mendorong kita mengingat kata yang mirip yaitu “Wakil Rakyat”. Agaknya Aris Budiono memang sengaja ingin menyindir para wakil rakyat yang sebagian anggotanya berperilaku seperti “Buto Cakil” yang haus kekuasaan dan harta.

Seni sebagai kritik sosial

Sebagai media hiburan, seni sekaligus juga bisa menjadi sarana kritik sosial, bahkan medan perjuangan melawan  kekuasaaan yang menindas atau korup. Sejarah seni di tanah air menunjukkan keterlibatan intens para seniman di berbagai bidang dalam perjuangan melawan politik korup. Di bidang sastra kita memiliki Rendra yang dengan puisi-puisinya serta pentas teaternya sempat membuat keder rezim otoritarian Orde Baru. Juga kita kenal beberapa kelompok teater lain seperti Gandrik, Gapit dan Koma yang tanpa lelah mengusung tema-tema perlawanan terhadap kekuasaan. Di bidang musik kita dapati sosok Iwan Fals dengan lirik-lirik lagunya yang sarat kritik sosial.

Seni lukis pun potensial untuk menjadi medium kritik sosial dan politik. Peran inilah yang secara sadar dilakoni oleh Aris Budiono.

Tindakan korupsi yang kini merajalela di tanah air sudah mengancam eksistensi bangsa, mempengaruhi hidup matinya negeri ini. Perlawanan terhadap korupsi karenanya juga merupakan perlawanan hidup atau mati. Perlawanan yang perlu melibatkan banyak pihak melalui berbagai sarana dan media, tak terkecuali media seni termasuk seni lukis.





Monday, March 4, 2013

Menikmati Lukisan Kontemporer China



Oleh Winarto


Yesterday's Me, Tomorrow's You, karya Chen Ke
Lukisan berukuran 6 x 2 meter itu langsung menarik perhatian saya dan juga pengunjung lain begitu saya masuk ruang pameran di gedung A Galeri Nasional Jakarta. Bukan hanya ukurannya yang sangat besar yang membuat lukisan ini tampak menonjol di antara puluhan lukisan lain yang terpajang dalam pameran bertajuk “Mirror and Shadow: Contemporary Art from China” ini. Gambaran yang terpampang dalam lukisan tersebut juga sangat memikat.

Lukisan berjudul “Yesterday’s Me, Tommorow’s You” ini karya Chen Ke, pelukis kontemporer China yang tengah menanjak namanya di dunia internasional. Bidang kanvas lukisan ini terbagi menjadi tiga.

Detil "Yesterday's Me, Tomorrow's You", karya Chen Ke
Pada bagian pertama, sebelah kiri, digambarkan seorang gadis kecil yang tengah menulis di sebuah meja kayu sederhana. Di depannya sebuah lampu duduk memancarkan cahaya lembut ke arah buku yang sedang ditulisi si gadis. Di latar belakang digambarkan dinding  yang mulai mengelupas catnya di beberapa tempat. Bayangan gadis mungil itu tampak melekat pada dinding tua itu.

Pada bagian kiri atas dinding terlihat sebuah kalender menutupi kabel yang terhubung ke saklar listrik. Juga terlihat sebuah jam dinding dan rak buku dengan beberapa buah buku, foto, dan boneka tertata rapi.

Pada bagian kedua, di tengah kanvas, dilukiskan sebuah jendela kayu yang terbuka sebagian dan kain tirai yang tersibak angin. Di bawahnya ada sebuah almari dan meja, sebuah televisi kuno dan beberapa hiasan dinding.

Pada bagian ketiga kanvas, di sisi kanan, tampak si gadis kecil tertidur di dipan kayu dengan selimut tebal. Pada dinding terlihat sebuah baju hangat, beberapa gambar dan foto yang sudah rusak.

Lukisan Chen Ke ini bukan hanya sangat realistik namun juga puitis. Melalui lukisannya ini Chen Ke tampaknya ingin mengenang masa kecilnya yang sepi dalam sebuah keluarga sederhana. Tema kesepian memang mewarnai banyak lukisan artis lulusan Akademi Senirupa Sinchuan ini. Chen Ke lahir tahun 1978 di wilayah Tongjiang, China, di bawah tatanan sosial keluarga dengan hanya satu anak. Rasa sepi biasa dialami anak-anak dalam keluarga-keluarga dengan anak tunggal dan keterbatasan kondisi sosial ekonomi.
         
"Luminescence No 4", patung, karya Jin Nv
Lukisan lain Chen Ke dalam pameran ini berjudul “A Book”, yang menggambarkan secara komikus proses sebatang pohon menjadi kertas koran, majalah ataupun buku. Diawali dengan penebangan batang pohon, yang kemudian dibawa ke pabrik untuk diolah menjadi kertas, dicetak menjadi koran dan buku, dan didistribusikan ke toko-toko buku. Sebuah gambaran sederhana dengan pesan cukup dalam yaitu gunakan secukupnya kertas karena dalam setiap lembar kertas ada unsur kematian sebatang pohon.
         
Selain Chen Ke, ikut dalam pameran ini enambelas orang artis ternama lain dari China terdiri dari pelukis dan pematung seperti Bu Hua, Chen Yujun, Xu Maomao, dan Jin Nv.
         
Xu Maomao dengan dua lukisannya menghadirkan tema mistis. Lukisannya “Without Any Anxiety” menggambarkan beberapa sosok mahluk berkepala binatang memandang seraut muka manusia yang dipegang salah satu dari mereka. Sementara beberapa raut muka manusia terserak di beberapa tempat. Lukisannya yang lain “The River of Evil” juga menhadirkan sosok-sosok mahluk aneh dengan lidah panjang menjulur tengah berkeliaran di sungai. Lukisan Maomao mengingatkan kita pada kisah-kisah mistis tradisional yang banyak kita temukan dalam kehidupan masyarakat di Asia, tak terkecuali China.
Karya cukup menarik disuguhkan pematung Jin Nv. Sebuah patung mungilnya berukuran 53x80x40 cm berjudul “Luminescence No 4”  menggambarkan seorang gadis  terbaring di tempat tidur berselimut tebal. Ekspresi wajahnya menampakkan kegelisahan, ketakutan dan kepedihan. Lahir di Qinhuangdao, Hebei, China, tahun 1984, Jin Nv dikenal dengan karya-karya patungnya yang sederhana namun ekspresif. Karya-karya Jin Nv banyak diilhami kisah-kisah dunia peri yang sangat digemarinya. Dunia dongeng tentang peri dan putri-putri kerajaan dengan berbagai pengalaman emosional dalam percintaan dan meraih impian.
Pameran “Mirror and Shadow: Contemporary Art from China”  berlangsung selama tanggal 20 Februari – 11 Maret 2013.