Perang
Suci Seni Melawan Korupsi
Oleh Winarto
ARIS Budiono Sadjad benar-benar murka. Pelukis kelahiran Brebes,
Jawa Tengah, 1960 ini marah luar biasa menyaksikan membuncahnya kasus-kasus
korupsi di tanah air. Perilaku korup di negeri ini sudah mirip sel kanker yang merayapi
hampir seluruh bagian tubuh bangsa ini. Karena itu perlawanan terhadap korupsi
haruslah total untuk bisa mengangkat hingga akar sel-sel yang mematikan itu.
Perang melawan korupsi tak lain dari tindakan jihad: sebuah perang suci!
Pemikiran seperti itulah yang
tampaknya mendasari perupa lulusan Sekolah Tinggi Senirupa Jogjakarta ini yang menggelar pameran tunggalnya dengan judul “Perang
Suci Melawan Korupsi”. Pameran
berlangsung di Bentara Budaya Jakarta
tanggal 14-23 Maret 2013.
Sekitar duapuluh buah lukisannya
menunjukkan amarah Aris yang meluap-luap terhadap korupsi. Ia menggambarkan
para koruptor dengan metafor berupa babi yang kita kenal sebagai binatang rakus
dan kotor.
Babi Versus Ksatria
"Bima Banting" lukisan karya Aris Budiono |
Ia menggambarkan babi dalam
wujudnya yang utuh sebagai binatang maupun dalam sosok-sosok bertubuh manusia
dengan kepala babi. Ia juga mengambil
tokoh-tokoh dari dunia pewayangan untuk melakukan aksi perang suci
melawan korupsi. Jadinya, sangat menarik: para ksatria dunia pewayangan seperti
Bima dan Hanoman bertempur melawan sosok-sosok tambun berwujud babi atau
manusia berwajah babi.
Lukisannya yang berjudul “Hanoman Storm Fury” misalnya, menggambarkan bagaimana
ksatria berwujud seekor kera putih itu menghajar beberapa ekor babi dengan
pukulan halilintarnya yang maha dahsyat. Terasa sekali, betapa sang pelukis
ingin menunjukkan kegeraman tak tertahan terhadap para koruptor. Sedangkan
lukisannya “Hanoman Samurai” menggambarkan Hanoman mencabik perut seekor babi
dengan sebilah samurai.
Hanoman yang dalam pewayangan
merupakan pahlawan besar yang mampu mengalahkan raksasa berkepala sepuluh
(Dasamuka) dalam lukisan-lukisan Aris benar-benar didudukkan sebagai sang
eksekutor terhadap perilaku korup. Lukisannya yang lain berjudul “Hanoman
Punishment menunjukkan sosok Hanoman memegang senjata laras panjang siap
mengeksekusi sosok-sosok berwajah raksasa simbol angkara murka.
Selain Hanoman, Aris menampilkan
kstaria Pandawa yaitu Bima yang juga dilukiskan sebagai sang esksekutor. Dalam
karyanya “Bima Banting” digambarkan Bima membanting seekor babi. Dari mulut
babi yang terjungkal keluar berbagai barang yang sebelumnya ditelannya seperti
mobil, motor, kapal dan property. Nafsu
serakah dan rakus sang babi yang menelan apa saja juga dia gambarkan dalam
karyanya “Omnivora”.
Aris benar-benar sedang mengamuk.
Ia tidak bisa menyembunyikan rasa amarahnya terhadap korupsi. Namun sikap
amuknya itu sekaligus juga menunjukkan kegelisahan dan sedikit putus asa. Hal
itu tergambar antara lain dalam karyanya “Super Sakti” yang melukiskan sosok
manusia bertampang babi duduk sambil berkacak pinggang mengendari seekor babi.
Ia tanpa rasa takut menghadapi serbuan anak panah dari para ksatria. Lukisan
ini mengingatkan kita pada sejumlah kasus korupsi besar yang tidak pernah
berhasil diungkap tuntas oleh lembaga-lembaga penegak hukum termasuk KPK.
"Empat Cakil Rakyat" lukisan karya Aris Budiono |
Beberapa lukisan lainnya bernada
satir. Lihat misalnya karyanya “Empat Cakil Rakyat” yang memperlihatkan
empat sosok berwajah raksasa yang dalam pewayangan disebut “Buto Cakil”
mengendarai empat ekor babi. Di latar belakang tampak bangunan gedung-gedung
tinggi. Judul lukisan ini yang menggunakan kata “Cakil Rakyat” mendorong kita
mengingat kata yang mirip yaitu “Wakil Rakyat”. Agaknya Aris Budiono memang sengaja
ingin menyindir para wakil rakyat yang sebagian anggotanya berperilaku seperti
“Buto Cakil” yang haus kekuasaan dan harta.
Seni sebagai kritik sosial
Sebagai media hiburan, seni
sekaligus juga bisa menjadi sarana kritik sosial, bahkan medan perjuangan
melawan kekuasaaan yang menindas atau
korup. Sejarah seni di tanah air menunjukkan keterlibatan intens para seniman
di berbagai bidang dalam perjuangan melawan politik korup. Di bidang sastra
kita memiliki Rendra yang dengan puisi-puisinya serta pentas teaternya sempat
membuat keder rezim otoritarian Orde Baru. Juga kita kenal beberapa kelompok
teater lain seperti Gandrik, Gapit dan Koma yang tanpa lelah mengusung
tema-tema perlawanan terhadap kekuasaan. Di bidang musik kita dapati sosok Iwan
Fals dengan lirik-lirik lagunya yang sarat kritik sosial.
Seni lukis pun potensial untuk
menjadi medium kritik sosial dan politik. Peran inilah yang secara sadar
dilakoni oleh Aris Budiono.
Tindakan korupsi yang kini
merajalela di tanah air sudah mengancam eksistensi bangsa, mempengaruhi hidup
matinya negeri ini. Perlawanan terhadap korupsi karenanya juga merupakan
perlawanan hidup atau mati. Perlawanan yang perlu melibatkan banyak pihak
melalui berbagai sarana dan media, tak terkecuali media seni termasuk seni lukis.
No comments:
Post a Comment