Wednesday, May 25, 2011

Sudjojono, Antara Seni dan Politik


Dikenal sebagai bapak seni lukis modern Indonesia, S Sudjojono sekaligus juga seorang pejuang kemerdekaan yang menggunakan jalur kesenian sebagai sarana perjuangan. Seni bagi Sudjojono bukan sesuatu yang bebas nilai. Seni bukan untuk seni itu sendiri, melainkan seni untuk masyarakat. Melalui seni Sudjojono melibatkan diri dalam aksi-aksi memperjuangkan kemerdekaan, membangun semangat nasionalisme.

Lahir di Kisaran, Sumatera Utara, Desember 1913, Soedjojono kecil dengan bakat melukisnya yang kuat telah memikat perhatian gurunya di sekolah rendah. Maka oleh gurunya, Yudhokusumo, ia diambil anak angkat dan diajak ke Jakarta. Sudjojono belajar melukis secara otodidak. Pendidikan formalnya adalah Sekolah Guru di Lembang, Jawa Barat. Ia pun sempat bekerja sebagai guru di lembaga pendidikan tersebut.

Namun bakat melukisnya lebih menariknya untuk berkarir. Sebagai seniman, Sudjojono juga seorang pemikir dan organisatoris. Pada tahun 1937 ia bersama sejumlah pelukis seperti Affandi, dan Hendra Gunawan, mendirikan Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) di Jakarta, untuk menampung dan mengembangkan kreativitas para pelukis saat itu. Ia juga terlibat dalam berbagai organisasi pemuda dan turut memperjuangkan kemerdekaan melalui aktivitas kesenian. Bersama Affandi dan Hendra Gunawan, Sudjojono membuat poster-poster protes atas kolonialisme dan ajakan kepada para pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Karena aktivitas politiknya itu, ia cukup dekat dengan para tokoh pergerakan termasuk Sukarno yang kemudian menjadi Presiden RI.

Pasca kemerdekaan, Sudjojono sempat menjadi anggota parlemen dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun karena tidak cocok dengan kultur birokrasi partai, ia mengundurkan diri dan secara resmi dipecat dari keanggotaan PKI. Hal ini justru menyelamatkannya dari politik represif rezim Orde Baru pasca kerusuhan 1965.

Sesuai sikap kerakyatan dan nasionalismenya, Sudjojono setia menerapkan teknik realis dalam karya-karyanya. Memang pada awal-awal karirnya ia lebih memilih jalur ekspresionisme. Namun belakangan realisme sosial lebih menarik minatnya. Karya-karya Sudjojono banyak menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat. Ia juga banyak mencatat sejarah perjuangan bangsa mencapai kemerdekaan dalam kanvasnya. Salah satu lukisannya yang spektakuler yaitu Pertempuran Sultan Agung dengan JP Coen yang kini dipajang di Museum Sejarah Jakarta. Untuk membuat lukisan itu Soedjojono melakukan riset dengan keluar masuk museum dan membuka-buka catatan sejarah. Lukisan itu berhasil diselesaikan dalam waktu tujuh bulan pada tahun 1973. Sultan Agung adalah raja Mataram yang menyerang pemerintahan kolonial di Batavia pada tahun 1628-1629.

Sebagai pemikir kebudayaan, senirupa khususnya, Sudjojono banyak menulis dan menyebarkan gagasan-gagasan baru. Buah pikirannya mempengaruhi perkembangan senirupa di Indonesia. Itulah sebabnya ia pantas dianggap sebagai bapak senirupa modern Indonesia. Kumpulan tulisannya kini telah dibukukan dengan judul Seni Lukis, Kesenian dan Seniman, diterbitkan ulang oleh Yayasan Aksara, Yogyakarta, 2000.

Sudjojono meninggal pada tahun 1986, namun karya-karyanya hingga kini masih dicari banyak kolektor dunia dengan harga mencapai ratusan juta rupiah.

No comments:

Post a Comment