Dari Ekspresionisme ke Dekoratif
Oleh Winarto
Bahtera Nuh (2012) by Made Djirna |
Melihat lukisan-lukisan I Made
Djirna yang dipamerkan di Galeri Nasional Jakarta, bulan November lalu, kita
seperti dibawa ke dunia penuh warna. Dari sekitar duapuluh lukisan yang digelar
hampir separuh dibuat dalam ukuran raksasa, rata-rata memiliki panjang 4 sampai
lima meter dan lebar 2 meteran. Hal ini mengingatkan kita pada lukisan wayang
beber. Selain ukurannya yang besar, juga
karena lukisannya yang bergaya dekoratif dan menggambarkan sejumlah objek yang
masing-masing hadir dengan narasi tersendiri.
Ini bisa dilihat misalnya pada
lukisan-lukisannya yang berjudul Rama Shinta (2011), Bahtera Nuh
(Noah’s Ark) (2012), Lubang Emas (The Golden Hole) (2012),
Cerita (the Story) (2012), Rimba (The Forest)
(2011) dan Metamorfosis (Metamorphosis, 2012)
Pada Lubang Emas (200x400)
cm misalnya kita bisa menyaksikan figur-figur manusia ataupun binatang yang
masing-masing berada dalam kelompok-kelompok dan terjebak di dalam lobang-lobang
dengan narasi tersendiri. Demikian pula pada Rimba (the Forest)
(295x485) cm kita bisa membangun sejumlah kisah berdasar gambar aneka figur
manusia, binatang maupun tumbuhan yang
dipaparkan di atas kanvas.
Ekspresif
I Made Djirna, lahir pada tahun 1957
di Ubud, Bali. Lukisan-lukisannya selama ini dikenal sangat ekspresif, spontan,
dan cenderung muram. Warna-warna gelap, coklat atau biru kehitaman merupakan
warna-warna favoritnya.
Full of Drinks (2009) by Made Djirna |
Jim Supangkat, kurator pameran,
mengungkapkan, lukisan-lukisan Made Djirna sangat dipengaruhi memori masa
kecilnya tentang tanah kelahirannya yang dilanda bencana. Pada 1963 gunung
Agung di Bali meletus, mengakibatkan kawasan Ubud hancur, perekonomian macet.
Bencana kelaparan pun terjadi.
Kenangan masa kecil yang muram
itu ternyata cukup lama mengendap dan mempengaruhi pilihan eksepresi
karya-karya Made Djirna, dari awal karirnya tahun 1980an hingga awal dekade
2000. Dalam pameran kali ini, karya-karyanya yang ekspresif dan muram terwakili
oleh beberapa lukisannya antara lain Mengenang Piramid (To Reminisce about Pyramid, 1994) dan
Kabut Hitam (Black Fog, 1994).
Dekoratif
Mulai tahun-tahun akhir dekade
2000, lukisan-lukisan Made Djirna mengalami metamorfosis mengarah pada
bentuk-bentuk dekoratif. Pilihan warna-warnanya pun tak lagi didominasi
warna-warna gelap dan muram, melainkan cerah dan beragam. Metamorfosis ini
dinilai oleh Hermanto Soerjanto dari GarisArt Space, penyelenggara pameran,
sebagai tanda perkembangan pemikiran Made Djirna yang semakin bijak.
Meskipun menggunakan teknik
dekoratif dan berkesan lembut, lukisan-lukisan Made Djirna tetap kuat
menyuguhkan kritik-kritik sosial. Lihat misalnya, karyanya Gajah Genit (Flirty
Elephant, 2012). Di sini Djirna mencoba menggambarkan kerusakan lingkungan akibat
keangkuhan kekuasaan.
Sedangkan karyanya Full of
Drinks (2009) Djirna menggambarkan sosok kepala manusia dalam ukuran besar
yang di dalamnya penuh botol-botol minuman dan figur-figur manusia dalam
berbagai pose tak beraturan seperti orang mabok. Di luar kepala yang berukuran besar
masih terdapat beberapa sosok kepala dalam ukuran lebih kecil, nyaris tenggelam
di dalam lautan botol-botol minuman yang memenuhi seluruh bidang kanvas.
Agaknya Djirna ingin memotret realitas kehidupan sebagian masyarakat yang tak
sadar diri, putus asa dan menenggelamkan diri dalam minuman keras yang
memabokkan. Sebuah situasi anomi.
Produktif
Lulusan Istitut Seni Indonesia
(ISI) Jogjakarta, 1981, ini termasuk seniman yang sangat produktif. Sepanjang
karirnya, ia aktif menyelenggarakan pameran di berbagai daerah di Indonesia dan
di luar negeri. Antara lain di Singapura, Australia, Kanada, Amerika dan Swiss.
Sejumlah penghargaan pernah diraihnya antara lain Lempad Prize untuk
lukisan terbaik dari Sanggar Dewata Indonesia, Jogja, 1982, dan Pratisara
Affandi Adhi Karya dari Akademi Senirupa Indonesia, Jogja, 1983.
No comments:
Post a Comment