Pameran Patung Keramik Pandawa Diva
Oleh Winarto
"Dru vs Dur", patung keramik F Widayanto |
Sosok perempuan muda jelita itu begitu menderita,
berusaha mempertahankan kain penutup tubuhnya yang coba dibuka dan ditarik oleh
seorang lelaki berwajah dingin dan kejam. Perempuan itu tak lain dari Wara
Drupadi, putri Prabu Drupada, Raja Pancala. Drupadi dijadikan taruhan oleh
suaminya, Yudhistira, dalam permainan dadu dengan Korawa. Malang, Yudhistira
kalah main dadu, sehingga Drupadi jatuh ke tangan Korawa. Dursasana, salah
seorang anggota Korawa, mencoba menelanjangi Drupadi. Namun, keajaiban terjadi.
Kain penutup tubuh Drupadi ternyata terus memanjang, meski Dursasana berusaha
menariknya tanpa henti. Sehingga tubuh Drupadi tetap terbalut kain dan
kesuciannya tetap terjaga. Sedangkan Dursasana akhirnya pingsan karena
kelelahan.
Atas perlakuan itu, Drupadi bersumpah tidak akan mencuci
rambutnya yang sempat dijarah Dursasana, sampai Dursasana mati dalam perang
Baratayudha. Ia akan menggunakan darah Dursasana untuk mandi keramas. Kelak,
dalam perang Baratayudha antara Pandawa dan Kurawa, Dursasana terbunuh oleh
Bima, salah seorang kstaria Pandawa.
Kisah Drupadi adalah kisah tragedi tentang
kesetiaan dan dendam seorang perempuan. Drupadi, puteri seorang raja, tidak
dilahirkan dari rahim seorang ibu, melainkan dari seberkas cahaya hasil
puja-samadi sang raja. Karena itu, kelahirannya adalah sebuah berkah, tak heran
bila kecantikannya luar biasa. Sebagai seorang isteri, ia begitu setia kepada
sang suami. Namun, justru ia dipertaruhkan dalam ajang permainan judi.
Dalam kisah Mahabarata, setelah sumpahnya mandi
keramas dengan darah Dursasana terwujud dan perang Baratayudha berakhir,
Drupadi bersama sang suami,Yudhistira, mati muksha – hilang bersama
jasadnya – menuju ke hadirat Sang Maha Pencipta.
Drupadi Pandawa Diva
Kisah tragik Drupadi telah mengilhami pematung
keramik kenamaan, F Widayanto, menggelar pameran yang menyuguhkan sosok Drupadi
dalam berbagai wujud. Pameran bertajuk “Drupadi Pandawa Diva” yang digelar di
Galeri Nasional, 22-30 Agustus 2013, sekaligus merayakan 30 tahun ia berkarya. Pameran
menghadirkan 30 patung Drupadi dalam berbagai pose, warna dan ukuran.
"Ukel Ambyar", patung keramik F Widayanto |
Begitu masuk ruang pamer utama di Galeri Nasional kita akan disambut
dengan sosok Drupadi yang dipasang di bawah cahaya terang. Kulitnya putih –
tidak kehitaman seperti dikisahkan dalam pewayangan – dengan wajah menengadah
dikelilingi kelopak bunga melati yang bergelantungan. Patung setinggi sekitar
satu setengah meter itu diberi judul “Drupadi Agni” (Drupadi Api) seolah
menggambarkan asal kehidupan Drupadi dari seberkas cahaya api.
Pada bagian dalam ruangan, tata cahaya dibuat
temaram, membuat sosok-sosok Drupadi terperangkap dalam keremangan. Adegan
paling dramatik dalam kisah Drupadi diwujudkan dalam patung “Dru Vs Dur” yang
menggambarkan upaya Dursasana menelanjangi Drupadi dengan menarik kain Drupadi.
Melalui karyanya ini, Widayanto berhasil melukiskan moment paling gelap dalam
perjalanan hidup Drupadi. Jeritan hati dan amarah Drupadi terlihat jelas pada
raut wajahnya berhadapan dengan sosok Dursasana yang dingin dan kejam.
Beberapa karya lain yang sangat kuat menggambarkan
penderitaan Drupadi yaitu “Kebrugan Jagad” (Kejatuhan Dunia) dan “Bedhah
Nelangsa” (Meluapkan Derita). Pada dua karya ini sosok Drupadi begitu kuyu,
duduk di lantai dengan kaki berselonjor, rambut acak-acakan. Sejumlah mata dadu
berserakan di sekitar tubuhnya. Kulit tubuh Drupadi juga berwarna gelap
sebagaimana dalam kisah Mahabarata.
Sementara, pada sebagian besar karya lainnya F
Widayanto tampak mengeksplorasi kecantikan wajah dan kemolekan tubuh Drupadi.
Ini terlihat antara lain pada “Pandawa Diva”, “Ukel Ambyar”, Ngore Ngecucung”.
Eksplorasi Tradisi
Fransiscus Widayanto yang lahir di Jakarta, 23
Januari 1953, adalah lulusan Seni Rupa ITB. Mulai karirnya sebagai seniman
keramik pada tahun 1983 dengan mendirikan studio keramik Maryans Clay Work. Ia
dikenal sebagai seniman keramik yang suka mengeksplorasi tradisi dalam
karya-karyanya. Beberapa karya patungnya yang cukup dikenal yaitu Loro Blonyo
(1990), Golekan (1997), Dewi Sri (2003) dan Fantastic lady (2005).
Karya-karyanya diminati oleh para kolektor tidak
hanya dari dalam negeri, namun juga dari luar negeri antara lain Raja Yordania dan butik terkenal dari
Prancis, Hermes.